PERKEMBANGAN SURAT KABAR DAN MAJALAH DI INDONESIA

                                
B. PERKEMBANGAN MEDIA CETAK SURAT KABAR DAN MAJALAH DI INDONESIA

Perkembangan Surat Kabar

1. Era Penjajahan Belanda (1700-1900)
Pada tahun 1744 surat kabar Belanda bernama Bataviasche Nouvelles masuk ke Indonesia untuk pertama kali kemudian pada 1776 di Jakarta, terbit surat kabar Vendu Niews yang mengutamakan diri pada pelelangan. Sampai pada abad ke 19, semua surat kabar di Indonesia diterbitkan dan dikelola oleh penguasa Belanda. Pembacanya berasal dari kalangan orang-orang Belanda atau bangsa Pribumi yang mengerti bahasa Belanda, sedangkan surat kabar pertama sebagai bacaan untuk kaum pribumi dimulai pada tahun 1854 ketika diterbitkannya majalah Bianglala disusul oleh Bromartani pada tahun 1885, keduanya terbit di Weltevreden. Pada tahun 1856 terbit SoeratKabarBahasaMelajoe di Surabaya.

2.Era Prakemerdekaan (1900-1945)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJ4Z04chErgLkSjqsVHcD3IOZHWpv50kSfWJ_Y_2SkYKGHZvGgWlmzeS_JtUJAeZr1B1fFZ5tQR5Jz4DqPuFp7L-aOFIk2eDNdfAab4t4U8ufoOUTxi8IFgzuLZ1hK2idURw_nfzcYVVLy/s1600/Pada tahun 1904, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat, bukan lagi sarana dokumentasi saja, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi untuk bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tahun ini juga pers di Indonesia mulai bangkit pada saat Raden Mas Djokomono mendirikan NV Javaansche Boekhandel & Drukkerij en Handel in Schrifbehoeften Medan Prijaji di Bandung.Diikuti dengan terbitnya mingguan MedanPrijaji pada tahun 1907 Dan pada tahun 1910 MedanPrijaji berubah menjadi harian. Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama milik anak bangsa Indonesia.Surat kabar yang terbit di Indonesia pada saat penjajahan Jepang yaitu Djawa Shimbun. Surat kabar Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia adalah surat kabar yang diijinkan oleh Jepang untuk diterbitkan.

3. Era Pascakemerdekaan (1945-1950)
Surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan dinasionalisasi menjadi milik Indonesia. Pada 1946, surat kabar menemukan jati dirinya. Pada tahun ini terbentuk organisasi Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) pada Juni 1946, menyusul terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Febuari 1946. 
Pada tahun 1950, pers Indonesia mulai tergoda dan hanyut dalam dunia politik praktis.Pers Indonesia terjebak diantara partai politik yang ada pada saat itu dan pers tidak lagi mengarah pada kebenaran untuk rakyat tetapi untuk kemenangan para pejabat partai.

4. Era Orde Lama (1950-1965)
Pada era 1950-an surat kabar mulai tumbuh dan menjamur. Tahun 1954, beredar 105 surat kabar harian dengan oplah 697.000 eksemplar diseluruh Indonesia. Pada 1959, jumlah surat kabar menurun menjadi hanya 94, tetapi meningkat menjadi 1.036.500 eksemplar. Surat kabar besar pada masa itu adalah Harian Rakjat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sjarikat Islam), Suluh Indonesia (Partai Nasional Indonesia), dan Abadi (Masjumi).Dalam perjalanannya, presiden Soekarno melalui demokrasi terpimpinnya menerapkan pers terpimpin.Surat kabar yang isinya tidak sejalan dengan tujuan demokrasi terpimpin dicabut izin terbitnya. Indonesia Radja milik Moechtar Loebis dan Pedoman milik Rosihan Anwar adalah sebagian surat kabar yang dicabut pemerintahan orde lama yaitu Soekarno.

5. Era Orde Baru (1966-1998)
Orde baru ditandai dengan jatuhnya presiden Soekarno dan dibubarkannya Partai Komunis Indonesia (PKI), dan naiknya Soeharto menjadi Presiden Indonesia kedua.Surat kabar pro-PKI ditutup. Hanya surat kabar milik tentara, nasionalis, agama, dan kelompok independen yang diizinkan terbit yaitu :
1.      surat kabar tentara: Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Ampera, Api Pancasila, dan Pelopor Baru
2.      surat kabar nasionalis: Suluh Marhaen, El Bahar, dan Warta Harian
3.      surat kabar Islam: Duta Masyarakat, Angkatan Baru, Suara Islam, dan Mercusuar
4.      surat kabar Kristen: Kompas dan Sinar Harapan. Pembatasan pers juga diterapkan oleh pemerintahan orde baru, Soeharto.
Saat peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari), 12 surat kabar dan majalah dicabut yaitu Indonesia Raya, Pedoman, Harian KAMI, Nusantara, Abadi, The Jakarta Times, Mingguan Wenang, Pemuda Indonesia, Suluh Berita, Mahasiswa Indonesia, Indonesia Pos, dan Ekspress.
Era orde baru menjadi saksi lahirnya surat kabar dan majalah besar di Indonesia: Kompas (P. K. Oetjong dan Jacoeb Oetama), Sinar Harapan (H. G. Rorimpandey), Tempo (Goenawan Mohamad), Media Indonesia (Surya Paloh), dan lainnya. Era Reformasi (1998-2000) Era reformasi adalah era kebebasan pers. Presiden ketiga Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan, biang pembatasan pers pada orde baru yang dipimpin Harmoko.
Surat kabar dan majalah kemudian dibiarkan tumbuh dan menjamur, begitu juga media-media lainnya: televisi dan radio. Kemudian lahir raksasa-raksasa media karena hampir semua media seperti  surat kabar, majalah, televisi, radio, dan website (surat kabar digital).
Surat kabar itu adalah Kompas (Jacoeb Oetama), Jawa Pos (Dahlan Iskan), Media Indonesia (Surya Paloh), Media Nusantara Citra (Hary Tanusoedibjo), dan Tempo (Goenawan Mohamad). Luar biasanya, media mereka sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.   

6. Era Digitalisasi (2000-Sekarang)
Perkembangan internet ditandai dengan lahirnya surat kabar digital melalui media website di internet. Pelopornya adalah detik.com. Surat kabar digital lainnya: beritanet.comkompas.comtempo.co.idantara.com, dan lainnya. Orang pribadipun membuat surat kabar digital sendiri melalui media blogger.com atau wordpress.com.

Perkembangan Majalah

Pekembangan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai pada saat menjelang dan awal kemerdekaan Indonesia. Tetapi pada masa sebelum kemerdekaan majalah-majalah yang terbit tidak bertahan lama.Pada tahun 1914 pernah terbit majalah De’Craine yaitu majalah yang menyuarakan kaum kerani atau juru tulis kebun.Lalu, tahun 1939 di Banjarmasin terbit majalah yaitu majalah Perintis.Majalah tersebut adalah majalah dwimingguan yang beredar dikalangan supir.
1.      Awal Kemerdekaan
Pada tahun 1945 di Jakarta terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja yang dipimpin oleh Markoem Djojohadisoeparto dengan prakarsa dari Ki Hadjar Dewantara. Di Ternate pada bulan Oktober tahun 1945 Arnold Monoutu dan dr. Hasan Missouri menerbitkan sebuah majalah mingguan Menara Merdeka yang memuat tentang berita-berita yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia. Selain itu, di Kediri terbit sebuah majalah berbahasa Jawa bernama Djojobojo dibawah pimpinan Tadjib Ernamdi.Di Blitar juga terbit majalah berbahasa jawa bernama Obor (Suluh).

Soemanang SH menerbitkan majalah Revue Indonesia yang bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan semangat perlawanan rakyat terhadap bahaya penjajahan, serta menempa persatuan nasional untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.Dalam salah satu edisinya pernah mengemukakan gagasan perlunya koordinasi penerbitan surat kabar, yang jumlahnya sudah mencapai ratusan.

2.      Zaman Orde Lama
            Pada masa ini, dikeluarkan pedoman resmi untuk penerbit surat kabar dan majalah di Indonesia. Pedoman itu intinya adalah surat kabar dan majalah wajib menjadi pendukung, pembela dan alat penyebar “Manifesto Politik” yang pada saat itu menjadi haluan      Negara dan program pemerintah. Pada masa ini majalah tidak begitu berkembang.Majalah yang terbit relatif sedikit.Salah satu Majalah yang tercatat eksis pada            masa orde lama adalah Star Weekly.Selain itu ada majalah yang beredar di Bogor yaitu Gledek, tetapi tidak bertahan lama.

3.      Zaman Orde Baru
Seiring dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin baik dan pendidikan Indonesia yang semakin maju, perkembangan majalah pun semakin pesat.Pada     zaman orde baru tercatat lebih dari 10 majalah terbit dengan berbagai tema dan            pilihan.
Majalah yang terbit pada masa Orde Baru yaitu:
  1. Majalah Keluarga                             : Ayahbunda, Famili
  2. Majalah Berita                                  : Tempo, Gatra, Sinar, Tiras
  3. Majalah Wanita                                :  Kartini, Femina, Sarinah
  4. Majalah Pria                                     : Matra
  5. Majalah Remaja Wanita                   : Gadis, Kawanku
  6. Majalah Remaja Pria                        : Hai
  7. Majalah Umum                                 : Intisari, Warnasari
  8. Majalah Ilmiah Popular                    : Prisma
  9. Majalah Pertanian                            : Trubus
  10. Majalah Humor                                 : Humor
  11. Majalah Hukum                                : Forum Keadilan
  12. Majalah Olahraga                            : Sprotif, Raket
  13. Majalah Berbahasa Daerah             : Mangle (Sunda, Bandung), Djaka Lodang (Jawa, Yogyakarta)
4.      Zaman Reformasi


Tidak diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) di zaman reformasi, membuat berbagai pihak menerbitkan majalah baru yang sesuai dengan tuntutan pasar.
                                      
Previous
Next Post »

4 komentar

Write komentar
Unknown
AUTHOR
4 Maret 2016 pukul 05.56 delete

Bagus, sangat memberi tambahan informasi

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
31 Maret 2016 pukul 17.47 delete

Mantap, keren banget!!

Reply
avatar
"Mass Communication involves the use of print and electronic media such as newspapers, magazines, film, radio or TV to communicate the large number of people who are located in various places often scattered all over the country or the world."-Berge

"Mass Communication is the process of rapidly conveying identical information, assertions and attitudes to potentially large, dispersed and diversified audiences via mechanisms capable of achieving that task."-Orlik